MAAF,BLOG INI MASIH DALAM PERBAIKAN

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 26 Januari 2011

Apa Kamu Bisa?


Dulu, Dulu banget… saat saya baru duduk di bangku kelas 1 SMU,  ada sebuah audisi untuk sebuah majalah sekolah,  tentunya di sekolah yang baru saya duduki bangkunya tadi. Karena saya suka nekat dan ingin mencari suatu kegiatan baru (selain main gitar dirumah selepas pulang sekolah), saya putuskan untuk ambil bagian didalamnya.  Layaknya remaja pada umumnya, semangat saya sangat menggebu-gebu saat itu, langsung saja tawaran itu saya jawab dengan jari telunjuk mengacung keatas,  “Saya mau!” dan saat itu saya orang pertama dikelas yang mengajukan diri.

Tak  selang beberapa lama, Guru Bahasa Indonesia dengan senyum kecut nya, menunda pencatatan diri saya di daftar calon anggota majalah sekolah itu. Hal yang paling mendasar dan mungkin bisa diterima, adalah syaratnya yang sangat eksklusif,  ‘Calon Peserta Adalah Siswa Rangking 1 dan 2, atau Memiliki Danem Tinggi’,  sontak saya terkejut sembari menahan malu,  karena kenyataanya, saya sama sekali tidak masuk kategori.
Guru itu lantas mencari kandidat baru, dengan alasan, saya adalah cadangan jika tidak ada lagi calon dikelas itu. Tindakan itu adalah cambuk buat saya, sehina itukah saya?se elegan itukah majalah sekolah? Karena tidak satupun mau, keputusan pun jatuh pada saya dan seorang lagi siswi cantik dengan nilai tinggi. “Okky, apa kamu bisa?kamu goblok gitu,” oloknya didepan 50 siswa. Dengan santai saya jawab, “Orang tua saya tidak pernah meragukan saya saat saya belajar jalan, jadi kenapa saya harus ragu?” jawab saya tegas.
‘Pertempuran’ pun dimulai, satu tahun pertama, saat itu masih anggota junior, saya berhasil mengumpulkan artikel saya jauh sebelum tanggal deadline, satu tahun kedua, saya berhasil dipilih mnenjadi ketua baru, atau bahasa keren-nya, Pimpinan Redaksi. Sejumlah perubahan saya lakukan, mulai penggunaan bahasa baku, rekrutmen yang tidak lagi mementingkan nilai, pengakuan kemampuan personal, hingga look majalah yang baru. Saya berhasil melampaui siswi cantik dengan nilai terbaik itu.
Prestasi Jurnalis SMA Terbaik, berhasil saya raih, dan kepercayaan teman-teman, guru, kepala sekolah, hingga guru pematah semangat tersebut, beralih pada saya, siswa bodoh dan bahan olokan.
Lepas dari pendidikan Putih Abu-abu tersebut, selang beberapa tahun tentunya, saya putuskan untuk meneruskan hobi saya sebagai Jurnalis dengan melamar sebagai wartawan di media lokal. Dengan semangat olokan dulu, saya berhasil menjadi Koordinator Liputan, Redaktur, hingga Humas dalam 2 tahun masa kerja saya.
Bukan Prestasinya yang menjadi inti tulisan ini, tapi saya berhasil menaklukan momok ejekan yang selalu menjadi ganjalan selama ini. Guru pematah semangat itu sekarang berbalik malu saat melihat saya di reuni sekolah. Tapi tanpa saya sadari, Guru itu sudah berubah menjadi Guru Pembakar Semangat saya. Saya peluk dia, dan saya katakan, “Terima kasih atas ejekan ibu dulu.”
Hari ini saya megajak anda untuk melakukan apa yang ingin anda lakukan. Sekecil apapun itu, serendah apapun diri anda, jika kemauan itu dapat merubah hidup anda menjadi lebih baik, Lakukanlah!
Jadikan ejekan, hinaan, dan hambatan sebagai batu lompatan. Niat anda lebih berharga dari sebuah angka akademis, prestasi nilai, taraf hidup, kekurangan fisik, minoritas suku, dan apapun yang membuat anda berbeda dengan lingkungan anda.
Hidup kita mahal, karena pembuatnya adalah maestro terhebat, Ilmuan dari segala ilmuan, dan tidak ada yang boleh merendahkan anda didunia ini, karena Tuhan menciptakan anda dengan Sempurna.
Salam Damai,

Chandra Agatha

Kamis, 20 Januari 2011

App Engine conference appearances this Fall

It's conference season, and we're going around the world again! This fall, Google team members will be speaking about App Engine at events in more than 10 countries! In addition to the regular conference circuit, Google is also hosting Developer Days and DevFests in a variety of locations to bring not only App Engine but a bunch of Google technologies directly to you!
Fall 2010:
We look forward to meeting you at one (or more) of these events!

New App Engine SDK 1.3.8 includes New Admin Tools and Performance Improvements

Today, we’re releasing version 1.3.8 of the App Engine SDK. Whether you’re a Java or a Python developer, this release includes several exciting new features for improving monitoring, performance, and maintenance tasks.

Instances Console

This release includes a new page in the Admin Console, called the Instances page. This page allows you to view information about all server instances currently in use by your application. This information can be useful in debugging your application and also understanding its performance characteristics. There’s no configuration needed for this feature. Just click the “Instances” link on the left hand navigation of the Admin Console to see Average QPS, latency, and memory for an instance.

Screenshot of the instances page of the Admin Console

Task Queue Improvements

This release also has a couple new Task Queue features: First, the maximum bucket size that you can specify during queue configuration is now 100, up from 50. Second, we’ve added a new "Run Now" button to the Task Queues section of the Admin Console that enables developers to run a task immediately. This can be very helpful for debugging your tasks in production.

Builtins Directives

This release contains a new feature for Python apps: builtin handlers that allow you to quickly and easily enable standard functionality in your application without adding additional code to your codebase. The libraries available today are remote_api, appstats, and the datastore_admin feature (see below). For example, to use the remote_api with your application, simply add the following to your app.yaml file:
builtins:
- remote_api: on
If you are already using the remote api endpoint your app, you can choose to remove the entry in the handlers section of your app.yaml and use the above directive instead to simplify your app.yaml file.
Support for builtin handlers is not yet available for Java applications, but will be available in an upcoming release.

Delete all (or a part) of your application’s data

Note: this feature is currently only available by default for Python; see the note below for ways to use it with Java application.
Today, we are releasing an experimental addition to the admin console which provides a simple UI for delete all entities, or all entities of a given kind, in your datastore. To enable this functionality, simply enable the following builtin in your app.yaml file:
builtins:
- datastore_admin: on
Adding these lines to app.yaml enables the “Datastore Admin” page in your app’s Admin Console, where you can see all of the entity types you are able to delete:

Screenshot of the datastore delete builtin UI
Be aware that these deletes are issued by your application (you can read about how the handler works by looking at this code file in the SDK). For this reason, your application will use resources, most significantly CPU, for the deletions you issue which will count towards your application’s daily resource budget.
Datastore delete is currently available only with the Python runtime. Java applications, however, can still take advantage of this feature by creating a non-default Python application version that enables Datastore Admin in the app.yaml. Native support for Java will be included in an upcoming release.

Python Pre-compilation on by Default

Finally, the python pre-compilation feature we announced in 1.3.5 is now turned on for all new python application uploads using the 1.3.8 SDK by default. If you wish to disable this feature, just specify the flag --no-precompilation on the appcfg.py command line when uploading your app.
This release also contains a few more small features and bug fixes. You can read about the full release in our release notes in Python and Java. As always, your feedback in the forums is appreciated (and had a significant influence on this release!).

Research Project: AppScale at University of California, Santa Barbara

The following post is a guest post by Chris Bunch, a Computer Science Ph.D. student at the University of California, Santa Barbara. He is one of the student leads on the AppScale project, an open source Google App Engine compatible hosting solution led by Professor Chandra Krintz. Chris has developed and maintained AppScale as a research project over the last two years with fellow student lead Navraj Chohan and others.
--------- Over here at the UCSB Racelab, we've complained endlessly about finding a web framework we actually could use. For a long time we thought we just wouldn't be able to find it - many were so-so or good but only after a substantial learning curve. So imagine our surprise back in April 2008 when we heard about what we thought would be just-another-web-framework provided by Google in the Python version of App Engine. But after giving it a try, we were smitten. We finally found a web framework that (1) we could actually use on non-trivial projects and (2) we could teach in nine-week classes without having students lose half the time with the idiosyncrasies of the programming language involved or the web framework itself. Furthermore, the minimalistic APIs make it simple to get work done: it did for us exactly what we needed and nothing else.
Yet as researchers and hackers-at-heart there was one thing that we really wanted to do with App Engine that we couldn't do: run it on a whole bunch of our machines and tinker with it. A similarly-minded hacker named Chris Anderson had released AppDrop, which was a modified version of the App Engine SDK that hooked up to PostgresSQL and run in Amazon EC2, but only ran over a single machine. So after much discussion, we came up with the following short list of things we wanted to do with App Engine:
  • We wanted to run it on our own virtual machines or those running in Eucalyptus or Amazon EC2 in order to investigate how we can optimally harness cloud infrastructures in our cloud platform.
  • Tons of new datastores have emerged as part of the "NoSQL" movement, and we need a mechanism to evaluate their performance under controlled experiments as well as traditional databases such as MySQL. We also need a platform that supports the ability to add new data storage mechanisms so that when developers tout the features of their new datastore, we can download it and evaluate it under similar circumstances as other datastores.
  • One of the reasons we love Google App Engine is the simple set of APIs provided, but we also wanted to use that as a starting point where we could add new APIs and control the environment in which they run.
  • We love that Google App Engine "just works". You don't know where it's running and how it's running, but you can see that it is running, and we wanted to make sure that whatever we developed, that it did the same. We wanted to develop something that automatically deployed your App Engine app and configured everything for you. Expert users should be able to have more control over the system, but the system should be able to handle your app from the moment you deploy it to the moment you tear it down.
  • It had to be open-source - just like how we wanted something to tinker with and run experiments on, we wanted it to be something that you could tinker with too. We wanted you to be able to add in support for a database you're interested in and see how it performs, and we wanted you to be able to add in APIs that you think would be interesting to have an easy-to-use web framework interact with.
So with that in mind, we created AppScale, an open-source cloud platform for Google App Engine applications. Here's how we did it:
We took the standard three-tier web deployment approach and clearly segmented each tier into a specific component in the system: an AppLoadBalancer routes users to their applications, an AppServer runs the user's App Engine app, and an AppDB handles database interactions. Each have clearly defined roles in the system and are controlled by an AppController, a daemon that runs on each machine, monitors each component, and controls the specific order in which services are started. It writes all the configuration files for each service and coordinates services between the other AppControllers in the deployment. For those interested, we detail the specifics on the original AppScale implementation in this paper.
We also wanted to embody the principle of "standing on the shoulders of giants", and as such, we employ open-source software as often as possible, where appropriate. Our AppLoadBalancer employs the nginx web server as well as the haproxy load balancer to ensure high performance. Our Memcache API implementation uses memcache under the hood, while our MapReduce API uses Apache Hadoop, which we added to give App Engine users running over AppScale the ability to run Hadoop MapReduce jobs from within their web applications.
Because we were able to keep the database support abstracted away from the other components in the system, we were able to add support for nine different data storage solutions within AppScale: HBase, Hypertable, MySQL, Cassandra, Voldemort, MongoDB, MemcacheDB, Scalaris, and SimpleDB. Many of these databases have seen interest in recent years but have been hard to measure under comparable conditions, and vary greatly. To give a few examples, they vary in the query languages they provide, their topologies (e.g., master / slave, peer-to-peer), data consistency policies, and end-user library interfaces. This has made it non-trivial for the community to objectively determine scenarios in which one database performs better or worse than another and investigate why, but under AppScale, deploying all these databases is done automatically with no interaction from the user. And because AppScale is open-source, if a developer doesn't like the particular interface we use for a database, they can improve on it and give back to the community. We've used AppScale internally to evaluate the performance of Google App Engine applications on these datastores as well as developed an App Engine app, Active Cloud DB, that exposes a RESTful API that developers can use to access these datastores from any programming language or web framework.
Finally, the most important lesson we learned was the value of incremental development. Our core development team fluctuates between two to three developers, so from the first meeting we had, we knew that our very first release couldn't support every App Engine API nor could it run nine databases seamlessly. Therefore, we started off with support for the two BigTable clones, HBase and Hypertable, as well as support for just the Datastore API, the URL Fetch API, and the Users API within App Engine. From there, we learned what datastores people actually wanted to see support for as well as what APIs people wanted to use. We were also able to add APIs within App Engine apps deployed to AppScale to be able to run virtual machines under the EC2 API, while also running computation under the MapReduce API.
But developing AppScale was certainly not a cakewalk for us. Over the course of the last two years, five major issues (some technical and some not) have arisen within the project:
  1. Writing software that works without knowing ahead of time how many machines will be in the system proved initially to be difficult to grasp, but in many cases we were able to reduce the number of variations that could occur and use that to provide some predictability with respect to how we configure and deploy databases and applications.
  2. We couldn't assume that the AppScale administrator has access to DNS; without it, a number of APIs and features are extremely difficult to implement. Load balancing is much more difficult, and many APIs that are tied to host names must be tied to one machine in the system, else they don't work properly. VLAN tagging shows some promise to alleviate these problems, but right now is far from being deployed inexpensively and easily.
  3. The source code for the Java version of App Engine isn't publicly available, so we had to spend a lot of time decompiling the SDK, modifying it to use our database and our API implementations instead of the SDK implementations, and recompiling it. All of these were non-trivial and greatly added to the time it took for us to deploy a version of AppScale with Java App Engine support.
  4. Not all users want a pre-built virtual machine image, so ensuring that building the AppScale environment was done right every time was a top priority. We had to limit ourselves to Ubuntu Jaunty for many releases, and only recently were we able to expand to include Karmic and Lucid, which still make up a microcosm of the distributions available in the Linux world. Adding the ability to install AppScale via apt-get in these specific Linux distributions has also been a crucial step in making sure that users could easily and quickly install AppScale for use.
  5. Both undergraduates and graduate students here at UCSB have done projects involving AppScale, which means that the number and experience levels of developers working on AppScale is completely unpredictable at a given moment in time. Oftentimes the projects they work on are only tangentially related to features that users want, and the time scales that they are available to work for is vastly different than most software engineers are used to.
All of these problems are greatly exacerbated by only having a two-to-three person core developer team, but this also makes the AppScale project particularly interesting to work on. Despite having worked on AppScale for two years, there are still tons of interesting problems to work on and we still love the Python App Engine web framework as much as we did when we first picked it up. And of course, AppScale is open-source, under the New BSD License, so feel free to download it and tinker around like we have! Check out AppScale at:
http://appscale.cs.ucsb.edu
http://code.google.com/p/appscale

Happy Holidays from the App Engine team - 1.4.0 SDK released

App Engine version 1.4.0. is here! It’s our most significant release of the year for the App Engine SDK, including a number of very big features that we know developers have been eagerly awaiting:
  • The Channel API - A bi-directional channel for communicating directly with user browsers by pushing notifications directly to the JavaScript running on the client, eliminating the need for polling. This service makes it easy to build real-time applications such as multi-player games, chat rooms, or any collaboration centric app and is built on the same Google infrastructure that powers Google Talk.
  • Always On - For high-priority applications with low or variable traffic, you can now reserve instances via App Engine's Always On feature. Always On is a premium feature costing $9 per month which reserves three instances of your application, never turning them off, even if the application has no traffic. This mitigates the impact of loading requests on applications that have small or variable amounts of traffic.

Screenshot of the Instances page in the App Engine Admin Console with Always On enabled.
  • Warm Up Requests - This feature reduces time to serve requests by anticipating the need for more instances and loading them before user traffic is sent to the new instance. It can be enabled for all applications through app.yaml or appengine-web.xml and is enabled by default for applications that have purchased Always On. Once enabled, warm up requests will be sent whenever possible to load new instances of your application before it begins serving user traffic.
As well, we’ve spent a lot of time this release on reducing or removing the limitations of some of App Engine’s existing APIs
  • No more 30-second limit for background work - With this release, we’ve significantly raised this limit for offline requests from Task Queue and Cron: you can now run for up to 10 minutes without interruption.
  • Increased API Call Size Limits - A new API architecture has allowed us to start lifting the 1MB size limits on many of the App Engine APIs. To start, the following APIs have been changed:
    • Response size limits for URLFetch have been raised from 1MB to 32MB.
    • Memcache batch get/put can now also do up to 32MB requests.
    • Image API requests and response size limits have been raised from 1MB to 32MB.
    • Mail API outgoing attachments have been increased from 1MB to 10MB
As you can imagine, some of these changes drastically expand the scope of applications that can be easily built using App Engine so download the SDK while it’s hot!
Keep an eye out for more blog posts on how you can take advantage of the new features to build your apps very soon. And we’ve got a few more big features coming very soon, such as a High Replication Datastore, so keep an eye on the App Engine roadmap and stay tuned.

Check out the Humble Indie Bundle #2

Last year, we featured a guest post by Jeffery Rosen, of Wolfire Games about the Humble Indie Bundle, an awesome promotion for a good cause: spreading awareness of indie games, and supporting charity. For 12 days, you could name your own price for a bundle of awesome independent games, with proceeds split as you wish between the game developers and two deserving charities, Child's Play and the Electronic Frontier Foundation. They hosted the Bundle on App Engine, to great effect - read the original blog post to learn more.
The good news is, they're doing it again, with the same App Engine infrastructure, and a new set of games! There's only 4 days left, so be sure to check them out if you're interested.

Announcing the High Replication Datastore for App Engine

When App Engine launched over two years ago, we offered a Datastore that was designed for quick, strongly consistent reads. It was based on a Master/Slave replication topology, designed for fast writes while still allowing applications to see data immediately after it was written. For the past six months, as you are probably aware, we’ve been struggling with some reliability issues with the App Engine Datastore. Over the course of the past few months, we’ve made major strides in fixing these issues. However, our experience with these issues has made us rethink some of our design assumptions. As we promised you in some of our outage reports earlier this year, we wanted to give you a more fundamental solution to the problem.
Today I’m proud to announce the availability of a new Datastore configuration option, the High Replication Datastore. The High Replication Datastore provides the highest level of availability for your reads and writes, at the cost of increased latency for writes and changes in consistency guarantees in the API. The High Replication Datastore increases the number of data centers that maintain replicas of your data by using the Paxos algorithm to synchronize that data across datacenters in real time. One of the most significant benefits is that all functionality of your application will remain fully available during planned maintenance periods, as well as during most unplanned infrastructure issues. A more detailed comparison between these two options is available in our documentation.
From now on, when creating a new application, you will be able to select the Datastore configuration for your application. While the current Datastore configuration default remains Master/Slave, this may change in the future.

Datastore configuration options when creating an app.
The datastore configuration option can not be changed once an application is created, and all existing applications today are using the Master/Slave configuration. To help existing apps migrate their data to an app using the High Replication Datastore, we are providing some migration tools to assist you. First, we have introduced an option in the Admin Console that allows an application to serve in read-only mode so that the data may be reliably copied between apps. Secondly, we are providing a migration tool with the Python SDK that allows you to copy from one app to another. Directions on how to use this tool for Python and Java apps is documented here.
Now, a word on pricing: Because the amount of data replication significantly increases with the High Replication datastore, the price of this datastore configuration is different. But because we believe that this new configuration offers a significantly improved experience for some applications, we wanted to make it available to you as soon as possible, even though we haven’t finalized the pricing details. Thus, we are releasing the High Replication Datastore with introductory pricing of 3x that of the Master/Slave Datastore until the end of July 2011. After July, we expect that pricing of this feature will change. We’ll let you know more about the pricing details as soon as they are available, and remember, you are always protected when pricing changes occur by our Terms of Service. Due to the higher cost, we thus recommend the High Replication Datastore primarily for those developers building critical applications on App Engine who want the highest possible level of availability for their application.
Thank you, everyone, for all the work you’ve put into building applications on App Engine for the past two years. We’re excited to have High Replication Datastore as the first of many exciting launches in the new year, and hope you’re excited about the other things we’ve got in store for App Engine in 2011.

App Engine team appearances Winter 2011

The Google App Engine team has launched some significant features recently, including: High Replication Datastore, Channel API, Always On, Warm Up requests, longer 10-minute (vs. 30-second) limit for tasks, and increased API call sizes. We are excited about these features and think you will be too, so team members will be appearing at a variety of events around the world this Winter to talk about some of these features and the platform as a whole!
One of the marquee events this quarter includes PyCon, the largest gathering of Python developers from around the world, where several App Engine team members will be speaking:
Winter 2011 event appearances:
  • Jan 18 - ICT Meet Ethiopia 2011 - Addis Ababa - Richard Ngamita
  • Jan 22 - Google Hackathon (Year One Labs) - Montréal - Sean Lynch
  • Feb 1-3 - Strata - Santa Clara - Patrick Chanezon
  • Feb 14-16 - Jfokus - Stockholm - Patrick Chanezon
  • Feb 17-18 - Developer Summit - Tokyo - Takashi Matsuo
  • Feb 28-Mar 4 - Game Developers Conference - San Francisco - Fred Sauer
  • Mar 9-17 - PyCon - Atlanta - Guido van Rossum; Wesley Chun; Ikai Lan; Brett Slatkin
  • Mar 11-15 - SXSW - Austin - Sean Lynch; Greg D'alesandre
  • Mar 28-31 - Int'l WWW Conference - Hyderabad - Patrick Chanezon; Rajdeep Dua
If these aren't close enough to you, keep an eye out on this list as we'll add new events as they materialize. There is also a separate calendar for events featuring other Google products/APIs. For App Engine, look for posts like this throughout the year. We look forward to meeting you in 2011!

Senin, 17 Januari 2011

MENANGIS….!!!!

Apa salahnya menangis, jika memang dengan menangis itu manusia menjadi sadar. Sadar akan kelemahan-kelemahan dirinya, saat tiada lagi yang sanggup menolongnya dari keterpurukan selain Allah Swt.
Kesadaran yang membawa manfaat dunia dan akhirat. Bukankah kondisi hati manusia tiada pernah stabil? Selalu berbolak balik menuruti keadaan yang dihadapinya. Ketika seseorang menghadapi kebahagiaan maka hatinya akan gembira dan saat dilanda musibah tidak sedikit orang yang putus asa bahkan berpaling dari kebenaran.
Sebagian orang menganggap menangis itu adalah hal yang hina, ia merupakan tanda lemahnya seseorang. Bangsa Yahudi selalu mengecam cengeng ketika anaknya menangis dan dikatakan tidak akan mampu melawan musuh-musuhnya.
Para orang tua di Jepang akan memarahi anaknya jika mereka menangis karena dianggap tidak tegar menghadapi hidup. Menangis adalah hal yang hanya dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai prinsip hidup.
Bagi seorang muslim yang mukmin, menangis merupakan buah kelembutan hati dan pertanda kepekaan jiwanya terhadap berbagai peristiwa yang menimpa dirinya maupun umatnya. Rasulullah Saw meneteskan air matanya ketika ditinggal mati oleh anaknya, Ibrahim.
Abu Bakar Ashshiddiq ra digelari oleh anaknya Aisyah ra sebagai Rojulun Bakiy (Orang yang selalu menangis). Beliau senantiasa menangis, dadanya bergolak manakala sholat dibelakang Rasulullah Saw karena mendengar ayat-ayat Allah.
Abdullah bin Umar suatu ketika melewati sebuah rumah yang di dalamnya ada sesorang sedang membaca Al Qur’an, ketika sampai pada ayat:
“Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam”
(QS. Al Muthaffifin: 6).
Pada saat itu juga beliau diam berdiri tegak dan merasakan betapa dirinya seakan-akan sedang menghadap Robbnya, kemudian beliau menangis. Lihatlah betapa Rasulullah Saw dan para sahabatnya benar-benar memahami dan merasakan getaran-getaran keimanan dalam jiwa mereka. Lembutnya hati mengantarkan mereka kepada derajat hamba Allah yang peka.
Bukankah diantara tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari dimana tiada naungan kecuali naungan Allah adalah orang yang berdoa kepada Robbnya dalam kesendirian kemudian dia meneteskan air mata? Tentunya begitu sulit meneteskan air mata saat berdo’a sendirian jika hati seseorang tidak lembut.
Yang biasa dilakukan manusia dalam kesendiriannya justru maksiat. Bahkan tidak sedikit manusia yang bermaksiat saat sendiri di dalam kamarnya seorang mukmin sejati akan menangis dalam kesendirian dikala berdo’a kepada Tuhannya. Sadar betapa berat tugas hidup yang harus diembannya di dunia ini.
Di zaman ketika manusia lalai dalam gemerlap dunia, seorang mukmin akan senantiasa menjaga diri dan hatinya. Menjaga lembutan dan kepekaan jiwanya. Dia akan mudah meneteskan air mata demi melihat kehancuran umatnya. Kesedihannya begitu mendalam dan perhatian nya terhadap umat menjadikannya orang yang tanggap terhadap permasalahan umat.
Kita tidak akan melihat seorang mukmin bersenang-senang dan bersuka ria ketika tetangganya mengalami kesedihan, ditimpa berbagai ujian, cobaan, dan fitnah. Mukmin yang sesungguhnya akan dengan sigap membantu meringankan segala beban saudaranya. Ketika seorang mukmin tidak mampu menolong dengan tenaga ataupun harta, dia akan berdoa memohon kepada Tuhan semesta alam.Menangis merupakan sebuah bentuk pengakuan terhadap kebenaran.
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) seraya berkata: “Ya Robb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kenabian Muhammad)”.
(QS. Al Maidah: 83).
Ja’far bin Abdul Mutholib membacakan surat Maryam ayat ke-16 hingga 22 kepada seorang raja Nasrani yang bijak. Demi mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, bercucuranlah air mata raja Habsyah itu.
Ia mengakui benarnya kisah Maryam dalam ayat tersebut, ia telah mengenal kebenaran itu dan hatinya yang lembut menyebabkan matanya sembab kemudian menangis. Raja yang rindu akan kebenaran benar-benar merasakannya.
Orang yang keras hatinya, akan sulit menangis saat dibacakan ayat-ayat Allah. Bahkan ketika datang teguran dari Allah sekalipun ia justru akan tertawa atau malah berpaling dari kebenaran. Sehebat apapun bentuk penghormatan seorang tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul kepada Rasulullah Saw, sedikit pun tidak berpengaruh pada hatinya. Ia tidak peduli ketika Allah Swt mengecam keadaan mereka di akhirat nanti,
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan neraka yang paling bawah. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolongpun bagi mereka”.
(QS. An Nisa’: 145)
Barangkali di antara kita yang belum pernah menangis, maka menangislah disaat membaca Al Qur’an, menangislah ketika berdo’a di sepertiga malam terakhir, menangislah karena melihat kondisi umat yang terpuruk, atau tangisilah dirimu karena tidak bisa menangis ketika mendengar ayat-ayat Allah.
Semoga hal demikian dapat melembutkan hati dan menjadi penyejuk serta penyubur iman dalam dada. Ingatlah hari ketika manusia banyak menangis dan sedikit tertawa karena dosa-dosa yang diperbuatnya selama di dunia.
“Maka mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan”.
(QS At Taubah: 82).
Dari berbagai sumber

MENELISIK “BENARKAH ALIEN ADALAH BANGSA JIN..?”

Benarkah Alien sebenarnya adalah Jin?

Alien adalah jin? Banyak orang akan tertawa membaca hal ini. Apakah mungkin jin mengembangkan teknologi UFO? Dan, bukankah UFO atau alien itu datang dari luar angkasa? Coba kalau kita lihat ke arah langit, bukankah begitu banyak bintang di langit. Dan bukankah suatu hal yang mubazir bila di sana tidak ada kehidupan?

Berhubung saya ingin menjelaskan kemungkinan bahwa alien adalah jin, sementara referensi mengenai jin ini sangat terbatas dari Alkitab (Bible), maka ijinkan saya untuk menggunakan AlQuran sebagai dasar referensi saya untuk membahas masalah jin ini.

Kehidupan di bintang lain memang tak dapat dipungkiri. Sebagai halnya kehidupan yang terjadi di bumi adalah karena kehendak Allah. Semua yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Allah.

Al-Baqarah 2:117
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan
kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.

Asy-Syuura 42:29
Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi
dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia
Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.

Kedua ayat suci dalam Al Quran ini menegaskan bahwa langit dan bumi adalah ciptaan Allah dan dikeduanya, baik di langit dan bumi oleh Allah juga diciptakan makhluk-makhluk melata (makhluk yang berjalan di permukaan tanah) dan menghuni baik di langit (bintang/planet lain) maupun di bumi.

Oleh karena itu, bukankah mungkin saja UFO-UFO yang datang ke bumi ini adalah “makhluk melata” yang berasal dari planet lain (extra terrestrial)? Memang benar. Namun sampai sekarangpun belum bisa dipastikan dari mana mereka (alien) berasal. Bisa saja dari luar angkasa, walau berbagai fakta nampaknya melemahkan teori “extra terrestrial”.

Dari kesaksian beberapa korban penculikan oleh aliens serta banyaknya fakta tentang UFO yang meragukan dari sudut pandang ilmiah, menyebabkan orang mulai memikirkan suatu kemungkinan bahwa kalaupun seandainya mereka berasal dari “extra-terrestral” namun berasal dari dimensi lain (other-dimension) atau istilah yang mulai dipakai saat ini adalah “ultra-terrestrial”. Isitilah “ultra-terrestrial” ini kalau dalam bahasa Indonesia lebih tepat dinamakan “alam gaib”.

Sejauh ini, makhluk gaib yang dikenal manusia ada tiga macam, yaitu:

1. malaikat
2. iblis
3. jin

Mengenai iblis, dari sudut pandangan agama Islam dan Kristen terdapat perbedaan asal usulnya. Menurut doktrin agama Islam, Iblis adalah dari golongan jin yang diciptakan dari api. Sementara menurut doktrin agama Kristen, iblis semula adalah malaikat namun telah diusir dari surga karena
hendak mendurhakai Allah.

Penjelasan bahwa iblis adalah dari golongan jin adalah:

Al-A’raaf 7:12
Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud
(kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”.

Al-Hijr 15:27
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api
yang sangat panas.

Persamaan bahwa baik jin dan iblis diciptakan dari api, menunjukkan atau menyimpulkan bahwa iblis adalah dari golongan jin.

Saya tidak mempersoalkan perbedaan asal usul iblis, namun saat ini, antara malaikat dan iblis merupakan entity yang berbeda. Malaikat adalah makhluk yang beriman kepada Allah serta senantiasa bertasbih dengan memuji Allah. Malaikat tidak memiliki kehendak bebas “free will”, mereka hanya menjalankan apa yang menjadi perintah Allah. Berbeda dengan malaikat, iblis dan demikian juga jin (termasuk manusia) memiliki kehendak bebas (free will). Memiliki kehendak bebas (free will) berarti mempunyai nafsu. Kehendak iblis adalah menyesatkan manusia. Apakah iblis bisa berketurunan?

Al-Kahfi 18:51
Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.

Menurut kepercayaan, jin berumur panjang dan memiliki kehidupan seperti manusia namun berada di dalam dimensi yang lain. Jin mampu berketurunan dan di antara mereka ada jin yang baik dan ada juga jin yang jahat. Menurut pendapat saya, yang dimaksud dengan jin ini dalam Alkitab adalah “roh jahat”. Di sini dikatakan sebagai roh jahat adalah karena merupakan jin yang jahat. Walau demikian, bisa saja pengertian “roh jahat” ini ditafsirkan sebagai iblis secara langsung atau setan.

Kembali kepada pertanyaan, benarkah Alien sebenarnya adalah Jin? Sebenarnya hal ini sangat mungkin sekali. Di hampir semua masyarakat di dunia, memiliki kepercayaan akan adanya makhluk gaib atau “spiritual beings”. Memang, kepercayaan terhadap hal seperti ini lebih banyak dijumpai pada masyarakat tradisional daripada masyarakat modern. Misalnya, di Indonesia dikenal adanya jin, tuyul, kuntilanak, dan lain sebagainya. Orang Indian di daratan Amerika juga mempercayai adanya makhluk-makhluk halus berupa roh yang menjaga dan juga kadang ada yang mengganggu.

Sebelum menjawab pertanyaan, apakah alien adalah jin, sebenarnya perlu dipertanyakan terlebih dahulu kepada diri kita masing-masing, apakah kita percaya pada adanya makhluk hidup yang berada di dimensi lain atau yang sering kita sebut sebagai alam gaib? Dan dimensi lain itu, menurut kepercayaan banyak orang, sebenarnya juga berada di bumi ini.

Bagi orang yang skeptis, tentunya tidak mudah untuk mempercayai makhluk gaib. Dan juga mereka tidak akan bisa menerima penjelasan dari sudut pandang agama. Mereka membutuhkan suatu penjelasan atau bukti-bukti yang benar-benar ilmiah, fisikal dan dapat dirumuskan secara pasti.
——————————————————————————–

Dasar Pemikiran Alien adalah Jin

Bila kita mempercayai adanya jin atau makhluk halus, maka kita akan bertanya, di manakah mereka berada. Menurut kepercayaan, jin adalah makhluk yang menghuni bumi dan diciptakan sebelum Adam.

Al-Hijr 15:27
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.

Apa tujuan Allah menciptakan jin?

Adz-Dzaariyaat 51:56
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Namun pada prakteknya, di jaman dahulu (dan juga masa kini), ada manusia yang menyembah jin.

Sabaa’ 34:41
Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.

Apakah jin mampu mengembangkan teknologi luar angkasa?

Al-Rahmaan 55:33
Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak
dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

Di sini kita bisa melihat bahwa hakekat jin sebenarnya tidak berbeda dengan manusia. Keduanya adalah makhluk ciptaan Allah, keduanya mampu berketurunan dan bisa mati (hanya saja jin umurnya lebih panjang dan khusus untuk iblis waktu kematiannya ditangguhkan hingga akhir jaman), keduanya membutuhkan kekuatan (teknologi) untuk menembus langit dan bumi. Di sini ada suatu pemikiran, bahwa menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi ini, sebenarnya bisa juga diartikan sebagai menembus ke dimensi lain, yaitu dimensi langit dan dimensi bumi (manusia).

Menurut cerita beberapa orang yang mengaku bertemu dengan jin, maka kita bisa menyimpulkan bahwa beberapa jin (tidak semua), memiliki kemampuan untuk masuk ke dimensi manusia. Dan menurut pengalaman beberapa paranormal yang mengaku dapat berjalan-jalan ke alam jin, menunjukkan bahwa manusia juga dapat masuk ke dimensi jin.

Dan bila hal ini memang benar, bahwa jin bisa memasuki dimensi manusia, maka bisa saja kehadiran mereka itu dianggap alien oleh manusia. Dan karena mereka adalah makhluk yang asing dan aneh, sementara orang mungkin tidak berpikir akan adanya kemungkinan kehidupan di dimensi lain, maka alien itu akan dianggap berasal dari planet lain.

Beberapa korban kasus alien abduction menceritakan bahwa mereka melihat alien menembus tembok, tiba-tiba muncul dan menghilang, menunjukkan bahwa gejala seperti itu tidak berbeda dengan fenomena pemunculan jin. Persoalannya, menurut saya, jin juga mengalami perkembangan teknologi dan kebudayaan. Seperti halnya manusia, perkembangan teknologi di antara negara berbeda-beda. Ada yang masih memakai tombak, tapi ada juga yang sudah pakai rudal. Demikian juga bangsa jin, menurut saya, bisa saja jin yang ada di Indonesia, berbeda dengan jin yang ada di Eropa atau Amerika, misalnya.

Banyak ahli psikoterapis yang menangani kasus alien abduction akhirnya berkesimpulan bahwa alien yang menculik manusia merupakan suatu pekerjaan dari “spiritual beings” atau makhluk halus. Ini menjelaskan kenapa ada yang diculik pada jam 09.00 dan dikembalikan jam 09.00 juga. Padahal mereka merasa berjam-jam ketika diculik. Bahkan ada kasus yang unik, korban penculikan diambil jam 9.00 namun dikembalikan jam 7.00. Jadi, kasus-kasus seperti ini merupakan kasus perpindahan dimensi, di mana dimensi waktu kita bisa saja berbeda dengan waktu di dimensi lain.

Menurut kepercayaan, bentuk dan macam jin beraneka ragam, salah satunya adalah jin yang dapat terbang. Apakah mereka ini yang dimaksud dengan UFO?

Dan apakah ini ada kaitannya dengan ayat dalam Surat Paulus kepada jemaat di Efesus: “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Ef 6:12)

—————————————————————————–
Catatan tambahan:

Sekedar perbandingan antara gambar alien dengan gambar “setan” (jin) yang ditampilkan dalam wayang di Indonesia. Gambar alien adalah alien tipe reptoid yang dideskripsikan berdasarkan keterangan saksi yang melihatnya. Apakah jin yang dilihat di Indonesia adalah alien yang dilihat oleh orang di luar negeri?

BAGAIMANA MENYIKAPI KECEMASAAN (DALAM ISLAM)

BAGAIMANA MENYIKAPI KECEMASAAN (DALAM ISLAM)

Mengutip dari Prof. Dale Carnagie (Prof. Yale Univ) dengan sudut pandang selama 7 tahun membaca buku2 tentang kecemasan manusia, semakin banyak orang mencemaskan sesuatu yang belum terjadi, yang bila ditelaah lebih lanjut, kecemasan tersebut terlalu berlebihan dan tidak masuk akal.

Sebagai contoh, seorang pedagang yang harus menyebrang jembatan untuk mencapai tempat kerjanya dan merasa cemas bila jembatan yang akan dilalui akan jatuh dan mencelakainya.

Kemungkinan hal itu akan terjadi adalah sangat kecil, sehingga kecemasan yang dirasakan sangat berlebihan. Kecemasan yang berlebihan inilah yang membuat seseorang tidak dapat berfikir dengan jernih.

Bagaimana menyikapi kecemasan:

1. Memanfaatkan waktu

  • Jika manusia mampu mengendalikan diri dengan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin, serta mampu menghadapi kegetiran hidup tanpa menanti uluran tangan orang lain (hanya bergantung pada Allah), maka ia akan mampu meraih cita-cita yang menjadi impiannya.

  • Yang paling berharga dalam hidup kita adalah waktu. Pergantian waktu siang dan malam merupakan kendaraan untuk perjalanan ke Akhirat.

  • “Jadilah seorang pengendara yang baik menuju negeri akhirat, jangan lalai dengan kasih sayang Allah, sesungguhnya Neraka dan Surga sangat dekat dengan kita, bahkan lebih dekat dari tali sandal kita”
    (Hadist)

Surat Al Zalzalah (99) ayat 7-8

”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula.”

  • Dalam pandangan Allah tidak ada yang sia-sia, jika kita melakukan segala sesuatu walaupun sedikit pasti akan dihitung.

2. Introspeksi Diri

  • Perlu dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kesalahan yang kita lakukan di masa lalu, sehingga bisa kita perbaiki.

3. Mendekatkan diri pada Allah

  • Orang yang menjauhkan diri pada Allah, maka sama saja menciptakan penderitaan dan bencana untuk diri sendiri.

  • Menjauhkan diri hanya akan menambah penderitaan dan bencana. Segala kecantikan, kepopuleran, ilmu pengetahuan, kecerdasan, semua akan berubah menjadi bencana jika kita melepaskan diri dari taufik dan tidak mendekatkan diri pada Allah. Karena semua itu tidak ada artinya dihadapan Allah, jika kita tidak mendekatkan diri kepada Allah.

  • Hanyalah meminta tolong pada Allah jika bencana mengancam

  • Orang-orang Muslim itu seperti pohon yang tinggi yang selalu diterpa angin (cobaan), sehingga harus selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.

  • Orang-orang Muslim harus beriman kepada Qada dan Qadar, jangan pernah lepas dari kepasrahan kepada Allah SWT

Surat Az Zariyat (51) ayat 50-51

”Maka segeralah kembali kepada (mentaat) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain disamping Allah”

4. Hari ini Milik Anda

  • Orang2 yang telah mengukir prestasi, mereka tidak terpaku pada hari esok yang belum pasti, yang mereka lihat adalah hari ini.

5. Jangan menyesali nasi yang sudah jadi bubur.

Rasulullah SAW bersabda ”

Siapa yang menyambut pagi dengan perasaan dan hati yang tentram, sehat fisiknya, mempunyai makanan yang cukup pada hari ini, maka seakan-akan dunia telah dicerahkan kepadanya.”
(HR Tarmadzi)

  • Melihat dan memikirkan hal2 yang telah lalu adalah suatu kebodohan, kita harus melihat kedepan. Kita harus mempunya visi, cita2 kedepan tetapi jangan berangan2 kosong, dan jangan terlalu cemas dengan masa depan, karena itu merupakan sumber penyakit (stress).

  • Di dalam Islam, kita tidak boleh berlebihan dalam segala sesuatu dan tidak boleh meratapi masa lalu. Yang paling dekat dengan kita adalah kematian dan yang paling jauh adalah masa lalu.

  • Hanya orang2 yang berpikir jernih yang bisa bersikap optimis.

  • Orang yang positif melihat hari depan, merupakan potensi orang berpikir jernih, dan orang yang berpikir jernih, akan bersikap optimis serta dapat menciptakan karya yang luar biasa.

Kesimpulan :

  • Sesungguhnya fokus dan cemas pada sesuatu yang belum terjadi adalah kebodohan, hal ini akibat dari perasaan pesimis.

  • Seharusnya kita merasa cukup dengan apa yang kita miliki saat ini. Hal ini berhubungan dengan rasa syukur dan tawakal kita pada Allah S.W.T

BAGAIMANA MENYIKAPI KECEMASAAN (DALAM ISLAM)

MENGUNGKAP “PENELITIAN AYAT AL-QUR’AN DALAM KROMOSOM MANUSIA”.

Seorang ilmuwan yang penemuannya sehebat Gallileo, Newton dan Einstein yang berhasil membuktikan tentang keterkaitan antara Al Qur’an dan rancang struktur tubuh manusia adalah Dr. Ahmad Khan.

Dia adalah lulusan Summa Cumlaude dari Duke University. Walaupun ia ilmuwan muda yang tengah menanjak, terlihat cintanya hanya untuk Allah dan untuk penelitian genetiknya. Ruang kerjanya yang dihiasi kaligrafi, kertas- kertas penghargaan, tumpukan buku-buku kumal dan kitab suci yang sering dibukanya, menunjukkan bahwa ia merupakan kombinasi dari ilmuwan dan pecinta kitab suci.

Salah satu penemuannya yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan adalah ditemukannya informasi lain selain konstruksi Polipeptida yang dibangun dari kodon DNA.

Ayat pertama yang mendorong penelitiannya adalah Surat “Fussilat” ayat 53 yang juga dikuatkan dengan hasil-hasil penemuan Profesor Keith Moore ahli embriologi dari Kanada.

Penemuannya tersebut diilhami ketika Khatib pada waktu salat Jumat membacakan salah satu ayat yang ada kaitannya dengan ilmu biologi.
Bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut:

“…Sanuriihim ayatinaa filafaaqi wa fi anfusihim hatta yatabayyana lahum annahu ul-haqq…”

Yang artinya; Kemudian akan Kami tunjukkan tanda-tanda kekuasaan kami pada alam dan dalam diri mereka, sampai jelas bagi mereka bahwa ini adalah kebenaran”.

Hipotesis awal yang diajukan Dr. Ahmad Khan adalah kata “ayatinaa” yang memiliki makna “Ayat Allah”, dijelaskan oleh Allah bahwa tanda-tanda kekuasaanNya ada juga dalam diri manusia.

Menurut Ahmad Khan ayat-ayat Allah ada juga dalam DNA (Deoxy Nucleotida Acid) manusia.

Selanjutnya ia beranggapan bahwa ada kemungkinan ayat Alquran merupakan bagian dari gen manusia. Dalam dunia biologi dan genetika dikenal banyaknya DNA yang hadir tanpa memproduksi protein sama sekali. Area tanpa produksi ini disebut Junk DNA atau DNA sampah.

Kenyataannya DNA tersebut menurut Ahmad Khan jauh sekali dari makna sampah. Menurut hasil hasil risetnya, Junk DNA tersebut merupakan untaian firman-firman Allah sebagai pencipta serta sebagai tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir.

Sebagaimana disindir oleh Allah:

” Afala tafakaruun “

(apakah kalian tidak mau bertafakur atau menggunakan akal pikiran?).

Setelah bekerjasama dengan adiknya yang bernama Imran, seorang yang ahli dalam analisis sistem, laboratorium genetiknya mendapatkan proyek dari pemerintah. Proyek tersebut awalnya ditujukan untuk meneliti gen kecerdasan pada manusia.

Dengan kerja kerasnya Ahmad Khan berupaya untuk menemukan huruf Arab yang mungkin dibentuk dari rantai Kodon pada kromosom manusia.

Sampai kombinasi tersebut menghasilkan ayat-ayat Al Qur’an. Akhirnya pada tanggal 2 Januari tahun 1999 pukul 2 pagi, ia menemukan ayat yang pertama

“Bismillah ir Rahman ir Rahiim.
“Iqra bismirrabbika ladzi Khalq”,

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”.

Ayat tersebut adalah awal dari surat Al-A’laq yang merupakan surat pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Anehnya setelah penemuan ayat pertama tersebut ayat lain muncul satu persatu secara cepat.

Sampai sekarang ia telah berhasil menemukan 1/10 ayat Alquran.
Dalam wawancara yang dikutip “Ummi” edisi 6/X/99, Ahmad Khan menyatakan:

“Saya yakin penemuan ini luar biasa, dan saya mempertaruhkan karier saya untuk ini”.

Saya membicarakan penemuan saya dengan dua rekan saya; Clive dan Martin seorang ahli genetika yang selama ini sinis terhadap Islam. Saya menyurati dua ilmuwan lain yang selama ini selalu alergi terhadap Islam yaitu Dan Larhammar dari Uppsala University Swedia dan Aris Dreisman dari Universitas Berlin.

Ahmad Khan kemudian menghimpun penemuan-penemuannya dalam beberapa lembar kertas yang banyak memuat kode-kode genetika rantai kodon pada cromosome manusia yaitu; T, C, G, dan A masing-masing kode Nucleotida akan menghasilkan huruf Arab yang apabila dirangkai akan menjadi firman Allah yang sangat mengagumkan.

Di akhir wawancaranya Dr. Ahmad Khan berpesan “Semoga penerbitan buku saya “Alquran dan Genetik”, semakin menyadarkan umat Islam, bahwa Islam adalah jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga non muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama.

Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan.Penulis berharap akan datang suatu generasi yang mendalami prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah.

Mem-fasilitasi serta memberi dukungan secara moral dan finansial.
Terbukanya tabir hati ahli Farmakologi Thailand Profesor Tajaten Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai Thailand, baru-baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah Profesor Keith Moore dari Amerika. Keith Moore adalah ahli Embriologi terkemuka dari Kanada yang mengutip surat An-Nisa ayat 56 yang menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang.

Setelah pulang ke Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya, akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.

Bunyi dari surat An-Nisa tersebut antara lain sebagai berkut :

“Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit mereka terbakar hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain agar mereka merasakan pedihnya azab. “Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global yaitu; Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub Cutis banyak mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf.

Pada saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub cutis) salah satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent yang mengatur sensasi persefsi.

Itulah sebabnya Allah menumbuhkan kembali kulit yang rusak pada saat ia menyiksa hambaNya yang kafir supaya hambaNya tersebut dapat merasakan pedihnya azab Allah tersebut. Mahabesar Allah yang telah menyisipkan firman-firmannya dan informasi sebagian kebesaranNya lewat sel tubuh, kromosom, pembuluh darah, pembuluh syaraf dsb.

Rabbana makhalqta hada batila,

Ya…Allah tidak ada sedikit pun yang engkau ciptakan itu sia-sia.

Dari bahtera menuju Islam Seorang pakar kelautan menyatakan betapa terpesonanya ia kepada Al Qur’an yang telah memberikan jawaban dari pencariannya selama ini.

Prof. Jackues Yves Costeau seorang oceanografer, yang sering muncul di televisi pada acara Discovey, ketika sedang menyelam menemukan beberapa mata air tawar di tengah kedalaman lautan. Mata air tersebut berbeda kadar kimia, warna dan rasanya serta tidak bercampur dengan air laut yang lainnya.

Bertahun-tahun ia berusaha mengadakan penelitian dan mencari jawaban misteri tersebut.

Sampai suatu hari bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia menjelaskan tentang ayat Al Qur’an Surat Ar-Rahman ayat 19-20 dan surat Al-Furqon ayat 53.

Awalnya ayat itu ditafsirkan muara sungai tetapi pada muara sungai ternyata tidak ditemukan mutiara.

Terpesonalah Mr. Costeau sampai ia masuk Islam. Kutipan ayat tersebut antara lain sebagai berikut:

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan, yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, dan Dia jadikan antar-keduanya dinding dan batas yang menghalang”
(QS Al-Furqon: 53).

Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat memberikan gambaran pada kita bahwa ayat suci Alquran mampu menjelaskan fenomena Cromosome, Anatomi, Oceanografi, Keperawatan dan antariksa
(baca “Jurnal Keperawatan Unpad” edisi 4, hal 64-70).

Sebenarnya masih banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menerangkan fenomena evolution and genetic seperti QS As-Sajdah 4, QS al-A’raf 53, QS Yusuf 3, QS Hud 7, tetapi karena keterbatasan ruangan pada kolom ini, serta dengan segala keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki penulis, maka kepada Allah jualah hendaknya kita berharap dan hanya Allah-lah yang Mahaluas dan Mahatinggi ilmunya.


Wallahu a’lam.

MELIHAT “ABORSI DALAM SUDUT PANDANG ISLAM”.

Aborsi bukanlah semata masalah medis atau kesehatan masyarakat, melainkan juga problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang dianut suatu masyarakat.

Paham asing ini tak diragukan lagi telah menjadi pintu masuk bagi merajalelanya kasus-kasus aborsi, dalam masyarakat mana pun. Data-data statistik yang ada telah membuktikannya.

Di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (FCDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI), telah mengumpulkan data aborsi yang menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika — yaitu hampir 2 juta jiwa — lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang mana pun dalam sejarah negara itu.

Sebagai gambaran, jumlah kematian orang Amerika Serikat dari tiap-tiap perang adalah:

  • Perang Vietnam 58.151 jiwa
  • Perang Korea 54.246 jiwa
  • Perang Dunia II 407.316 jiwa
  • Perang Dunia I 116.708 jiwa
  • Civil War (Perang Sipil) 498.332 jiwa.

Secara total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang meninggal dalam semua perang jika digabungkan sekaligus (www.genetik2000.com).

Data tersebut ternyata sejalan dengan data statistik yang menunjukkan bahwa mayoritas orang Amerika (62 %) berpendirian bahwa hubungan seksual dengan pasangan lain, sah-sah saja dilakukan. Mereka beralasan toh orang lain melakukan hal yang serupa dan semua orang melakukannya (James Patterson dan Peter Kim, 1991, The Day America Told The Thruth dalam Dr. Muhammad Bin Saud Al Basyr, Amerika di Ambang Keruntuhan, 1995, hal. 19).

Bagaimana di Indonesia? Di negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini, sayang sekali ada gejala-gejala memprihatinkan yang menunjukkan bahwa pelaku aborsi jumlahnya juga cukup signifikan.

Memang frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia.

Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu (Aborsi.net). Pada 9 Mei 2001 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (waktu itu) Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa dalam Seminar “Upaya Cegah Tangkal terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak Perempuan” yang diadakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim di FISIP Universitas Airlangga Surabaya menyatakan, “Angka aborsi saat ini mencapai 2,3 juta dan setiap tahun ada trend meningkat.” (www.indokini.com).

Ginekolog dan Konsultan Seks, dr. Boyke Dian Nugraha, dalam seminar “Pendidikan Seks bagi Mahasiswa” di Universitas Nasional Jakarta, akhir bulan April 2001 lalu menyatakan, setiap tahun terjadi 750.000 sampai 1,5 juta aborsi di Indonesia (www.suarapembaruan.com).

Dan ternyata pula, data tersebut selaras dengan data-data pergaulan bebas di Indonesia yang mencerminkan dianutnya nilai-nilai kebebasan yang sekularistik.

Mengutip hasil survei yang dilakukan Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan Pelita Ilmu Jakarta, Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis pada Simposium Menuju Era Baru Gerakan Keluarga Berencana Nasional, di Hotel Sahid Jakarta mengungkapkan ada 42 % remaja yang menyatakan pernah berhubungan seks; 52 % di antaranya masih aktif menjalaninya.

Survei ini dilakukan di Rumah Gaul Blok M, melibatkan 117 remaja berusia sekitar 13 hingga 20 tahun. Kebanyakan dari mereka (60 %) adalah wanita. Sebagian besar dari kalangan menengah ke atas yang berdomisili di Jakarta Selatan (www.kompas.com).

Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang lahir dari paham sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Abdul Qadim Zallum, 1998).

Terlepas dari masalah ini, hukum aborsi itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik oleh kaum muslimin, baik kalangan medis maupun masyarakat umumnya. Sebab bagi seorang muslim, hukum-hukum Syariat Islam merupakan standar bagi seluruh perbuatannya.

Selain itu keterikatan dengan hukum-hukum Syariat Islam adalah kewajiban seorang muslim sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam. Allah SWT berfirman:

“Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka.”
(Qs. an-Nisaa` [4]: 65).

“Dan tidak patut bagi seorang mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.”
(Qs. al-Ahzab [33]: 36).

Sekilas Fakta Aborsi

Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999) (www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut:

“Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.”

Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:

1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum

  • Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.

Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.

  • Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis

Adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).

  • Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum

Adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com).

Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya.

1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu

  • Biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).

2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu)

  • Dengan cara Dilatasi & Curetage.

3. Sampai 24 minggu.

  • Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.

4. Di atas 28 minggu

  • Biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya.

5. Juga dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa (www.genetik2000.com).

Dengan berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:

1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung jawab yang lain (75%)

2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)

3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)

Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.

Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar.

Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita,yang hanya mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com).

Data ini juga didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (199 yang menyatakan bahwa

  • Hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah)
  • 3% karena membahayakan nyawa calon ibu,
  • 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
  • Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi

(www.genetik2000.com).

Aborsi Menurut Hukum Islam

Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (199 dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.

Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.

Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.

Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).

Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:

“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.”
[HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].

Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.”
(Qs. al-An’aam [6]: 151).

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.”
(Qs. al-Isra` [17]: 31).

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).”
(Qs. al-Isra` [17]: 33).

“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.”
(Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)

Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.

Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (199 dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut.

Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh ke dalam janin.

Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).

Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut:

“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…”
[HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].

Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda:

“(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…”

Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam.

Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.

Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda :

“Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…”
[HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.] (Abdul Qadim Zallum, 1998).

Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.

Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perem¬puan.

Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.

Rasulullah Saw telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah Saw bersabda kepadanya:

“Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka!”
[HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud].

Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus.

Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:

“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
(Qs. al-Maa’idah [5]: 32) .

Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!”
[HR. Ahmad].

Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:

“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”

“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.”
(Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).

Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat.

Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut.
(Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).

Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu.

Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).

Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.

Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah).

Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl.

Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.

Kesimpulan

Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat.

Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.

Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat.

Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Wallahu a’lam

Referensi :

Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp

Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta

Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta

Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta

Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta

Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya

Zallum, Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil

Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji Masagung, Jakarta

MENGENAL “KEWAJIBAN UMAT ISLAM TERHADAP PALESTINA”.

Palestina Masalah Utama Umat Islam

Tidak ada tanah yang lebih bergolak selain Palestina. Sejarah Palestina adalah sejarah panjang peperangan. Palestina adalah pusat tiga agama dan peradaban besar: Islam, Kristen, dan Yahudi. Ketiganya saling mempertahankan eksistensinya atas tanah suci di sana. Inilah tempat bertemunya bangsa-bangsa di satu titik konflik dalam kurun waktu yang sangat panjang. Tapi satu hal yang pasti, Palestina bukanlah tanah kosong tanpa bangsa (the land without nation), bukan pula milik Zionis Israel, sebuah bangsa yang tidak memiliki tanah (the nation without land).

Bagi umat Islam Palestina adalah masalah utama karena Palestina merupakan tanah waqaf umat Islam. Di sana terdapat Al-Masjid Al-Aqsha, tempat para nabi dan rasul, tempat Isra’ Rasulullah saw., dan tempat yang sangat diberkahi.

Palestina dalam Perspektif Syari’ah

Palestina yang di dalamnya terdapat Al-Quds adalah tanah waqaf umat Islam, yang telah mereka warisi sejak lebih dari 6.000 tahun. Hal ini karena Ibrahim a.s. bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula Nashrani, tetapi seorang yang hanif dan muslim; dan beliau tidak musyrik pada Allah.
[Ali Imran (3): 67].

Dari ayat tersebut sangat jelas disebutkan bahwa Palestina adalah warisan ideologis, bukan warisan genetis. Masuknya Musa ke tanah Palestina bukan karena nenek moyangnya orang Palestina, melainkan perintah keimanan dari Allah swt.

Musa berkata,

“Hai kaumku, masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan bagimu (selama kamu beriman). Dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kalian akan menjadi orang-orang yang merugi.”
[Al-Maidah (5): 21].

Dari sudut pandang ideologis, bangsa mana pun berhak atas pengelolaan Palestina selama memiliki akar ideologi yang sama dengan ideologi yang diimani Musa juga nenek moyangnya Ibrahim.

“Katakanlah, kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak cucunya; dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, serta apa-apa yang diberikan kepada nabi-nabi dan Tuhannya.”
[Al-Baqarah (2): 136].

Karena itu, Zionis Israel Yahudi tidak memiliki hak waris atas tanah Palestina, baik dari Ibrahim, Musa, atau Ya’kub (Israel) yang merupakan nenek moyang mereka. Sebab, Palestina adalah warisan keimanan; dan Zionis Israel Yahudi saat ini berada dalam ruang keimanan yang berbeda, bahkan bertentangan dengan pendahulu mereka.

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub. “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Islam.”
[Al-Baqarah (2): 132].

Bahkan, lebih tegas lagi pernyataan putusnya hubungan (bara’ah) dengan orang-orang yang tidak satu jalan keimanan dinyatakan oleh Musa ketika terjadi pembangkangan dari bangsa Israel.

“Berkata Musa, ‘Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara aku dan orang-orang yang fasik itu’.”
[Al-Maidah (5): 25].

Dari sudut pandang keimanan, Palestina adalah warisan Islam. Bukan warisan tiga agama dan peradaban; Islam, Kristen, serta Yahudi yang sering disebutkan mempunyai akar yang sama, yaitu agama Ibrahim. Sebab, Ibrahim hanya memiliki satu agama, agama Islam.

“Ataukah kalian, (orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, apakah kalian yang lebih mengetahui atau Allah?”
[Al-Baqarah (2): 140].

“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula Nashrani, tetapi seorang yang hanif dan muslim dan dia tidak musyrik pada Allah.”
[Ali Imran (3): 67].

Palestina dalam Perspektif Sejarah

Dilihat dari sudut pandang sejarah, Zionis Israel Yahudi tidak memiliki akar sejarah sebagai penduduk asli Palestina. Kedatangan mereka ke tanah Palestina pada permulaan akhir periode sebelum lahirnya Isa bin Maryam sampai permulaan masehi bukanlah sebagai pemilik, tetapi sebagai imigran dari Mesir. Begitu juga kedatangan mereka ke tanah Palestina saat ini yang berujung pada kolonialisasi. Sebelum masuknya bangsa Israel, Palestina telah dihuni oleh bangsa Kanaan yang merupakan nenek moyang bangsa Arab Palestina saat ini. Ini disebutkan dalam Kitab Bilangan XIII ayat 17-18, “Maka Musa menyuruh mereka mengintai tanah Kanaan… dan mengamat-amati keadaaan negeri itu; apakah bangsa yang mendiaminya kuat atau lemah, apakah mereka sedikit atau banyak.”

Pernyataan serupa juga diceritakan dalam Al-Qur’an. Bahkan Al-Qur’an menyebutkan bahwa bangsa Israel itu tidak layak atas tanah Palestina karena perilaku mereka sendiri.

Musa berkata, “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan bagimu (selama kamu beriman). Dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kalian akan menjadi orang-orang yang merugi”.

Mereka berkata,

“Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa (bangsa kanaan). Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar. Jika mereka keluar, pasti kami akan memasukinya.” Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut kepada Allah yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang kota ini.

Maka bila kalian memasukinya, niscaya kalian akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal jika kalian benar-benar beriman.” Mereka berkata, “Hai Musa, sekali-kali kami tidak akan memasukinya selamanya selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya akan duduk menanti di sini saja.”

Berkata Musa, “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara aku dan orang-orang yang fasik itu.” Allah berfirman (jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun. Lalu, selama itu mereka berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu, maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang fasik itu.
[Al-Maidah (5): 21-26].

Dalam sejarah Palestina, negeri itu pernah jatuh ke tangan Bangsa Israel pada permulaan Masehi. Pertempuran mereka dengan penduduk asli Palestina tercatat dalam kitab Samuel I, bab 13 dan 14 yang mengisahkan strategi Saul dan Yonatan yang menyerbu Michmas. “…Orang Filistin berkemah di Micmash… dan di antara pelintasan bukit-bukit yang dicoba Yonatan menyeberanginya ke arah pasukan pengawal Filistin… dan kekalahan yang ditimbulkan Yonatan dan pembawa senjatanya, besarnya kira-kira dua puluh orang dalam jarak kira-kira setengah alur dari pembajakan ladang.”

Namun, pada tahun 70 M, kekuasan bangsa Israel itu runtuh seiring kematian Herodes dan masuknya kekuatan Romawi menguasai seluruh Palestina. Sejak itu bangsa Israel menjadi bangsa yang tidak memiliki tanah air dan tersebar di berbagai negara sampai mereka melakukan kolonialisasi kembali atas Palestina pada tahun 1967 M. (Richard Deason. Dinas Rahasia Israel, Jakarta, Yayasan Widya Pustaka: 1986, hal 3-4). Sementara itu, tanah Palestina menjadi tanah wakaf umat Islam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab pada abad 7 M setelah Romawi ditaklukkan tentara Islam.

Dalam hukum internasional dinyatakan bahwa yang berdaulat atas suatu wilayah adalah mereka yang pertama kali mendiami wilayah tersebut dan menunjukkan bukti eksistensi mereka atas wilayah tersebut berupa aktivitas dan bukti-bukti fisik yang menunjukkan kedaulatan mereka atas wilayah tersebut. Karena itu, bangsa Kanaan yang merupakan nenek moyang Arab Palestina saat ini adalah pemilik sah tanah Palestina.

Keistimewaan Palestina (Al Quds) di Mata Umat Islam

Umat Islam memandang Palestina sesuai dengan pandangan ajaran Islam dan sejarahnya yang sangat panjang. Palestina adalah bumi para nabi dimana mereka mengajarkan risalah tauhid kepada umatnya. Tidak ada sejengkal tanah di Palestina, kecuali di sana ada nabi yang shalat menyembah pada Allah dan menyampaikan ajarannya kepada umat. Dari mulai Nabi Ibrahim a.s. dan keturunannya Nabi Ishak a.s., Ya’qub a.s., Yusuf a.s. dan saudara-saudaranya. Kemudian Nabi Daud a.s. dan Sulaiman a.s. Seterusnya, Nabi Musa a.s., Harun a.s., Zakariya a.s., Yahya a.s., dan Isa a.s.

Palestina –di mana masjidil Aqsha ada di sana– merupakan kiblat pertama umat Islam. Ini adalah penghormatan Islam pada Palestina yang memiliki sejarah panjang tempat para nabi dan tempat turunnya wahyu. Rasulullah saw. dan sahabatnya pernah shalat menghadap Al-Masjid Al-Aqsha selama sekitar 16 bulan. Kemudian Allah swt. mengubah kiblat umat Islam ke Masjidil Haram. Dan perubahan itu diabadikan Al-Qur’an. Perpindahan kiblat ini sendiri memiliki banyak hikmah yang banyak dirasakan umat Islam sampai sekarang.

Allah memuliakan Palestina dengan Al-Masjid Al-Aqsha. Masjid ini disamping kiblat pertama umat Islam, juga masjid kedua yang dimuliakan Allah swt. dan tanah suci ketiga setelah Makkah dan Madinah. Rasulullah saw. bersabda, “Kalian tidak boleh mempersiapkan untuk melakukan perjalanan ziarah, kecuali pada tiga masjid; Al-Masjid Al-Haram, Masjid Rasul saw. dan Al-Masjid Al-Aqsa.”
(Muttafaqun ‘alaihi)

Di Masjid Al-Aqsha ini pula Rasulullah saw. melakukan isra’ dan di sini beliau memimpin shalat bagi para nabi dan rasul –suatu simbol bahwa Rasulullah saw. adalah pemimpin mereka. Kemudian dari Masjid Al-Aqsha, Rasulullah saw. melanjutkan perjalanannya menuju Sidratil Muntaha untuk menerina kewajiban yang paling agung, yaitu shalat lima waktu.

Disamping tempat ini disucikan oleh Allah swt., tempat ini juga tempat yang diberkahi oleh Allah swt. Keberkahan dari nilai-nilai spiritual karena para nabi menyampaikan risalah di tempat ini, dan keberkahan materi karena kekayaan alam, kesuburan, dan letaknya yang sangat strategis serta alamnya yang indah. “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjid Al-Haram menuju Al-Masjid Al-Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya.”
[Al-Israa (17): 1].

Demikianlah keistimewaan Al-Masjid Al-Aqsa, Baitul Maqdis, Al-Quds di Palestina ini. Maka sudah merupakan kewajiban seluruh umat Islam, bahkan seluruh manusia untuk menjaga dan menyelamatkannya dari berbagai macam penjajahan bangsa-bangsa yang terkutuk, utamanya bangsa Yahudi.

Kewajiban Umat Islam terhadap Palestina

1. Memahami Kondisi dan Problematika Palestina

Kewajiban pertama yang paling fundamental bagi seorang muslim adalah memahami akar masalah Palestina (Al-Quds) bahwa masalah Palestina adalah masalah umat Islam. Perebutan kekuasaan yang terjadi di tanah suci itu bukan perebutan antara dua bangsa, Arab dan Israel. Tetapi, perang agama antara Islam dan Yahudi.“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” [Al-Maidah (5): 82].Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” [Al-Maidah (5): 82].Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan yahudi. Maka kaum muslimin membunuh mereka sampai ada seorang yahudi bersembunyi di belakang batu-batuan dan pohon-pohonan. Dan berkatalah batu dan pohon, wahai muslim, wahai hamba Allah, ini yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia; kecuali pohon gorqhod karena ia adalah pohon yahudi.”
(HR Muslim).

Masalah Palestina bukan hanya masalah bangsa Palestina dan bangsa Arab saja. Tetapi masalah seluruh umat Islam, bahkan masalah kemanusiaan secara keseluruhan. Atas dasar pandangan akidah inilah seluruh umat Islam wajib memahami kondisi dan permasalahan Palestina.

2. Mensosialisasikan Kondisi dan Problematika Palestina kepada yang lain.

Setelah memahami permasalahan dan kondisi Palestina, maka mereka harus mensosialisasikan pemahaman ini kepada seluruh umat Islam. Masih banyak umat Islam yang belum memahami kondisi dan permasalahan Palestina. Hal ini terjadi karena banyak sebab, di antaranya faktor lemahnya keimanan dan problematika yang dihadapi oleh umat Islam itu sendiri di seluruh dunia.Oleh karena itu setiap individu yang mengaku muslim harus memahamkan pada umat Islam yang lain di seluruh dunia bahwa masalah Palestina adalah masalah utama umat, dan masa depan umat akan sangat terkait dengan perjuangannya terhadap Palestina. Bahwa di Palestina ada Al-Masjid Al-Aqsa kiblat pertama umat Islam yang sedang terancam. Bahwa Rasulullah saw. memimpin shalat berjama’ah yang diikuti oleh para nabi dan rasul pada peristiwa Isra’ yang merupakan pewarisan tanah Palestina pada umat Islam. Bahwa Umar bin Khattab r.a. menerima penyerahan kunci langsung Kota Palestina (Al-Quds).

3. Jihad dengan Harta

Kewajiban selanjutnya bagi umat Islam adalah berjihad dengan harta mereka. Umat Islam harus menyisihkan sebagian rezekinya minimal 1% untuk perjuangan Palestina. Karena jihad di Palestina sangat membutuhkan harta. Dan di sana juga banyak janda, anak yatim, anak sekolah, mahasiswa, orang yang kehilangan rumah dan pencaharian akibat konflik dan perang yang belum diketahui akhirnya. Semua itu sangat membutuhkan uluran tangan umat Islam lainnya yang mampu.

4. Jihad dengan Jiwa

Terdapat perbedaan mendasar dalam sifat perang di Palestina. Bila perang di Palestina dinyatakan sebagai perang antara dua bangsa atau dua negara, maka tidak boleh ada keterlibatan pihak lain di luar dua pihak yang bertikai tanpa ada permintaan untuk terlibat dari salah satu pihak yang berperang. Keterlibatan tanpa ada permintaan untuk terlibat berarti pelanggaran kedaulatan sebuah negara yang bertentangan dengan hukum internasional. Kenyataan yang terjadi adalah bahwa perang di Palestina adalah perang agama antara Islam dan Yahudi yang mengundang keterlibatan semua umat Islam dan kaum Yahudi di seluruh dunia, di setiap bangsa dan negara mana pun. Maka, hukum perang di Palestina adalah jihad fii sabiilillah yang diwajibkan atas setiap umat Islam di seluruh dunia sesuai dengan kondisi mereka di setiap tempat.“Diwajibkan atas kalian berperang sedangkan kalian membencinya. Barangkali kalian membenci sesuatu, tetapi itu baik bagi kalian. Dan barangkali kalian menyukai sesuatu sedangkan itu buruk bagi kalian. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian tidak ketahui.”
[Al-Baqarah (2): 216]

“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.”
[At-Taubah (9): 44]

Palestina adalah tanah waqaf umat Islam yang harus dipertahankan sampai kapan pun. Pembelaan kita terhadap Palestina bukan karena mereka orang-orang Arab, melainkan karena mereka adalah muslim dan karena Palestina adalah salah satu dari tiga tempat suci umat Islam yang dimuliakan Allah. Karena itu, permasalahan Palestina harus dijadikan konsentrasi utama umat Islam.

5. Doa

Dan kewajiban yang paling minimal yang harus terus dilakukan oleh setiap umat Islam adalah berdoa. Doa orang beriman kepada saudaranya tanpa sepengetahuan mereka adalah maqbul