Dulu, ketika saya  masih baru menjadi mahasiswa baru tingkat pertama, saya berkenalan  dengan salah seorang mahasiswa baru lainnya yang di kemudian hari  menjadi teman baik saya.  Ketika awal perkenalan, kami pun ngobrol  kesana-kemari. Tanya sana-tanya sini. Jawab sana, jawab sini. Hingga ia  pun akhirnya bercerita bahwaa nilai tes Matematika Dasar-nya, yaitu salah satu mata pelajaran yang diujikan di UMPTN*, adalah 100 alias benar semua.
 Mendengar ceritanya  tersebut, saya pun terkagum-kagum dibuatnya. Dalam pikiran saya, saya  berkesimpulan “Wah ia pasti orang yang sangat pandai”. Rasa kagum saya  mendorong rasa ingin tahu saya tentang pengetahuannya dalam matematika.  Akhirnya, dalam masa awal perkenalan itu, saya ajak ia ngobrol tentang matematika yang sudah pernah kami pelajari ketika semasa SD sampai SMA dulu.
Dari obrolan tersebut,  saya jadi tahu, ternyata ia benar-benar luas pengetahuan tentang  matematika yang sudah dipelajarinya. Hingga akhirnya, mungkin untuk  menunjukkan kepiawaiannya, ia mengajak saya adu cepat mengerjakan soal  matematika.
Mendapat tantangan itu, sebenernya saya ngeper  juga. Karena saya merasa tak sepandai dirinya. Namun, karena ini  namanya juga bukan lomba dan bukan apa-apa, saya sih mau saja waktu itu.  Soal-soal pun dipilih secara acak dari buku kumpulan soal-soal latihan  tes  UMPTN* dan EBTANAS** beberapa tahun sebelumnya yang masih rajin ia  bawa ke mana-mana. Kemudian, adu cepat menyelesaikan soal matematika pun  dimulai.
Bagaimana hasilnya? Siapa yang tercepat?
Ternyata benar, dalam  beberapa menit saja, teman saya itu berhasil menyelesaikan semua soal  yang sudah dipilih tadi (karena yang dipilih cuma 3 soal sih). Dan ia  keluar sebagai yang tercepat, menjadi pemenang. Sedangkan saya, satu  soal pun belum mampu saya selesaikan. Waktu itu, saya terlalu berkutat  dengan soal nomor pertama yang lumayan sukar untuk ukuran saya waktu  itu. Walau sudah dengan segenap kemampuan saya berusaha  menyelesaikannya, tapi ternyata, sampai waktu habis belum ketemu juga.  Saya pun mengakui kelebihan dan kehebatannya.
Dengan sedikit  malu-malu, saya bertanya padanya tentang soal yang belum bisa saya  selesaikan tersebut. Sambil saya tanyakan pula kenapa ia begitu cepat  bisa menyelesaikan soal-soal tersebut. Soal yang waktu itu belum bisa  saya selesaikan adalah seperti berikut ini.
Soal: Bila a + 1/a = 5, maka nilai dari  a3 + 1/a3 =…
Dengan cepat teman saya itu pun menyelesaikan soal tersebut seperti berikut ini:
a3 + 1/a3 = (a + 1/a)3 – 3a.1/a(a + 1/a) = 53 – 3(5) = 125 – 15 = 110.
Melihat cara penyelesaiannya,  saya hanya bisa melongo waktu itu. “Cuma satu baris? Padahal saya  mencoba menyelesaikannya berbaris-baris, dan belum ketemu juga”, itu  yang ada di pikiran saya. Kemudian, saya pun bertanya ke teman saya itu,  kenapa cara pengerjaannya seperti itu?
Dengan senang hati, ia  pun menjelaskan ke saya. Ia katakan bahwa, soal semacam tersebut dapat  dengan mudah diselesaikan dengan rumus “cepat” berikut ini.
a3 + b3 = (a + b)3 – 3ab(a + b) ………………………………..(1)
Dengan mengganti b dengan 1/a, katanya, maka soal tadi dapat diselesaikan dengan cepat seperti yang sudah dikerjakannya tadi.
Saya yang tak terbiasa  menggunakan rumus “cepat” ketika di SMA dulu, penasaran ingin tahu  alasan kenapa rumus “cepat” tersebut bisa dipakai. Tapi sayang, teman  saya itu tak memberi tahu saya. Malahan ia menambah lagi rumus cepat  yang sudah ia ketahuinya, yaitu:
a3 –  b3 = (a – b)3 + 3ab(a – b)……………………………….(2)
Akhirnya,  ngobrol-ngobrol pun beres. Ia bergegas pulang menuju kost-kost-annya.  Saya pun begitu, pulang dengan rasa penasaran yang mengganjal.
Di kost-kost-an, dengan  penuh rasa penasaran ingin tahu, saya pun mengutak-atik rumus “cepat”  yang telah ia gunakan tersebut. Setelah beberapa waktu lamanya,  akhirnya, terpecahkan juga rahasia rumus “cepat” yang dipakai teman saya  tersebut. Saya berhasil menelusuri asal-muasal  rumus “cepat” tersebut, berhasil menguak rahasianya. (Duh rasanya  begitu senang sekali, tak bisa saya ekspresikan dengan kata-kata).
Hasil penelusuran saya tersebut, setelah saya rapikan, seperti berikut ini.
(a + b)3 = (a + b)2(a + b)
 = (a2 + 2ab + b2)( a + b)
 = a3 + a2b + 2a2b + 2ab2 + b2a + b3
=  a3 + b3 + 3a2b + 3ab2
 = a3 + b3 + 3ab (a + b)
Jadi, (a + b)3 = a3 + b3 + 3ab (a + b).
Sehingga, a3 + b3 = (a + b)3  – 3ab (a + b). Rumus “cepat” (1) dapat saya buktikan kebenarannya.  Kemudian, dengan cara serupa, saya pun berhasil menelusuri asal-muasal  rumus “cepat” (2).
Walaupun apa yang telah  saya lakukan tersebut sederhana, tapi bagi ukuran saya waktu itu adalah  sesuatu yang menggembirakan hati, menyenangkan pikiran, dan memuaskan  dahaga keingin-tahuan saya.
Sejak saat itu, bila  ada rumus-rumus “cepat” yang saya temui di buku-buku bimbingan tes, saya  pun terpacu untuk menelusuri asal-muasalnya. Dengan cara seperti itu,  saya seringkali berhasil memecahkan rahasia rumus-rumus “cepat” yang  selama ini beredar luas di kalangan siswa yang mengikuti bimbingan test.
Baiklah, segitu dulu saja ceritanya  ya…, lain kali insya Allah saya akan membahas baik-buruknya penggunaan  rumus “cepat” (Ada satu cerita yang sangat menggelikan tentang hal ini.  Mau tahu? Silakan tunggu di postingan mendatang…). Sampai di sini dulu  ya…, mudah-mudahan bermanfaat.
Sebagai bahan latihan untuk Anda, cobalah telusuri asal-muasal rumus-rumus “cepat” berikut ini.
- Persamaan garis yang melalui titik (0, a) dan (b, 0) adalah ax + by = ab.
 - Perhatikan gambar berikut. Panjang PQ dapat ditentukan dengan mudah, yaitu: PQ = (AP. DC + DP. AB)/(AD)
 
Catatan:
*UMPTN: Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (Saat ini namanya SPMB)
**EBTANAS: Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Saat ini namanya UAN)
  











